Telah kubaca suratmu, sepekan lebih sehari setelah suratku terbaca. Teknologi sudah super canggih dan praktis, namun kita lebih memilih jasa pos untuk menyampaikan surat ini. "Ketika saya membaca tulisan tanganmu, sejauh apapun kamu, kamu nampak hadir di dekat saya." begitu ujarnya melalui telefon tiga hari yang lalu. Dalam surat itu, kau menjanjikan 12 hari lagi kembali. Kemudian temuiku setelah 86 hari 7 jam 40 menit sekian detik meninggalkan sisi. Surat balasan darinya merupakan tanda bahwa suratku terkonfirmasi. Aku menghubunginya setiap hari pukul 7 malam tanpa lupa.
Mungkin seperti yang banyak dikatakan teman-teman, memiliki long distance relationship itu menyedihkan. Dipisahkan ratusan bahkan ribuan kilometer. Butuh waktu yang tidak secepat merindu untuk dapat sampai di hadapanmu, dipelukmu apalagi. Ada lautan yang memisahkan. Aku tidak mungkin berjalan di atas air untuk menyeberangi lautan , mana mungkin. Aku butuh pesawat terbang. Sebetulnya aku ingin bertemu denganmu, berbicara tentang politik di negara kita. Ets bukan! Tentang puisi-puisi, atau sepotong coklat gratis. Apalagi menjabat kedua tanganmu dan menyertakan kalimat cinta manusia yang saling mencintai bertahun-tahun. Ya, bertahun-tahun. Seribu tahun. Barusan, ia bilang lebay. Ps: sebetulnya, tadi pagi sekitar jam 1 aku mikir-mikir apa yang mau ditulis tapi gagal semua. Nggak cocok, hingga pagi jam 6 aku bikin ini di office mobile. Ngoreksi sedikit di kampus. Hingga selesai sudah malam ini.
0 Comments
Leave a Reply. |
|