Malam ini, sekitar 20.45 setelah kelas entrepreneur usai, beberapa teman-temanku sengaja berdiskusi/sharing/nggosip dan melakukan obrolan santai di bawah pohon yang biasa dijadikan tempat anak-anak kampus duduk. Kami yang berjumlah delapan, membentuk dua kelompok sharing yang terdiri dari Arin, Anisah, Nyami , Eka (Kubu A) dan aku, Sugeng, Eko dan Putra (Kubu B). Berhubung ini adalah blogku, jadi aku akan bercerita tentang diskusi Kubu B. Ya perbincangan kubu A meneketehe.
Sharing malam ini yang ingin kubagi di sini adalah wawancara salah satu teman kita yang bernama Sugeng. Dibanding teman-teman yang lain, Sugeng ini memiliki sosok yang unik gaes. Dia orang yang nggak pernah kelihatan marah, eh jangankan marah, nunjukkin gejala-gejala orang mau ngamuk aja enggak. Kok bisa ya? Maka dari itu, kami pun melempari beberapa batu kepadanya supaya marah. Eh bukan batu, tetapi melemparkan beberapa pertanyaan yang akan menjawab rasa penasaran kami. (kami: Eko dan aku, Bapak Putra sedang dulinan hapenya). Berikut hasil wawancara kami kepada Pak Sugeng : Apakah Bapak pernah merasakan marah yang begitu ruar biyasa sehingga berdampak pada kegiatan yang lain, seperti merasakan muak, malas atau enggan? Ya, pernah tapi tidak begitu dipikirkan. Yasudahlah, biarkan aja. Kalau berdampak pada kegiatan lain ya semaksimal mungkin tidak terjadi. Bapak ini kerjanya apa sih? Saya ini pengusaha, pengusaha toko bensin online. Haha… tidak, saya bercanda. Itu milik teman saya Eko. Saya tidak bekerja, cuma saya guru melukis. Oh, pelukis ya Pak? Kira-kira murid Bapak ada berapa dan usianya sekitar berapa? Murid lebih dari sepuluh, kadang ada yang tetap kadang ada yang cuma tiga bulan. Usia, paling kecil tiga tahun, paling tua anak SMP. Bagaimana Bapak bisa mengajari anak berusia tiga tahun? Kan susah diatur. Ya bisalah, pelan-pelan. Ngikutin gitu. Kayaknya Bapak Sugeng ini sabar dan pinter momong. Anaknya berapa Pak? Ratusan. Seperti wafer Tango.Haha.. Saya masih ABG, wong tadi sekelas. Mbak lupa ya? Saya juga pernah jadi guru panggilan seperti Bapak, namun saya ngajar mata pelajaran bukan melukis seperti Bapak, apakah Bapak juga pernah mendapatkan kejutan atau hadiah dari murid Bapak? Ya pernah huahahaha… pernah dia kasih saya gambar kuda poni yang dia lukis sendiri. Katanya ini buat Kakak. Rasanya seneng aja. Ada perasaan senang tersendiri ya Pak? Iya Oh ya Pak, Bapak suka menjalani keseharian dengan rencana atau spontanitas? Ya pakai rencana, cuman ya kadang apa adanya saja kalau tidak sesuai dengan keinginan. Spontanitas sih juga sering. Bapak ini sabar banget ya? Ya begitulah Tidak pernah marah? Tadi kan sudah dijawab, pernah cuman ya tidak kelihatan kalau sedang marah. Hahahaha… Oh ya Pak, apakah Bapak pernah merasa diremehkan atau direndahkan oranglain? Ya pernah sih, tapi ya nggak terlalu dipikirkan lah. Untuk ke depannya, apakah Bapak sudah terpikirkan akan biaya-biaya wisuda, yudisium dll ? Ehm… sejujurnya belum ada. Sejauh saya mengenal, Bapak ini meski belum berpikiran jauh ke sana, Bapak tidak melakukan aksi dadak mendadak . setidaknya masih ada jarak sebelum deadline, mengalir saja tapi masih ingat tempo. Dan perlu ditambahkan kenapa tidak mudah marah karena Bapak Sugeng ini orangnya mudah menerima. Jadi, memang tenang. (tambah Eko) Kira-kira seperti itulah percakapan kami. Sementara Putra hanya melirik dan sedikit mengeluarkan pendapatnya. Kesulitan yang kami dapatkan adalah ketika untuk belajar menerima. Menerima apa yang ada, adalah sikap konsisten yang ia miliki. Sehingga dapat disebut dengan sifat. Itu yang perlu kita contoh. Kita cenderung meniru orang yang kita kagumi. Meniru hal yang dikagumi sehingga jika berhasil, kita mempunyai kemampuan yang hampir sama. Kalian pernah dengar tidak motivasi “ kalau dia bisa, kenapa kita tidak” ?. Meniru kebaikan itu tidak ada salahnya. Ketika kita menerapkan kebaikan, secara tidak sengaja kita mengajarkan oranglain untuk menerapkan kebaikan itu pula. Tapi tergantung pada manusianya dalam memaknai. Seperti halnya, hati yang peka cepat merasa bahwa kebaikan yang diberikannya tidaklah memerlukan konfirmasi atau timbal balik. Barangkali, jika diingat-ingat ada oranglain telah berbaik hati kepada kita yang tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Bahkan dia sendiri tidak sadar bahwa dia pernah melakukannya kepada kita. Hal-hal tidak terlihat seperti itu letaknya di dalam hati. Hanya Tuhan dan alam bawah sadarnya sendiri yang tahu. Ah sudah lewat jam 12 malam, bolehlah sebentar mendengarkan lagu dari Tulus berjudul Cahaya. Selamat malam. Ps. Oh ya, Sugeng tidak tahu ya mengenai tulisan ini. Nanti kepalanya besar. Haha.
0 Comments
alam mimpi, baru saja kutibakan diri di sana.
gerbang besar terbuat dari besi itu terbuka dengan sendirinya ketika detap kakiku terdeteksi satu meter kurang dari bibir gerbang. aku yang modern, aku yang gaul telah siap mengalami mimpi di zaman kuno. hey, tidak ada sensor yang mendeteksi tanda-tanda manusia seperti yang kita temui kebanyakan pada pintu mall-mall zaman sekarang. ini adalah negeri dongeng. aku ada janji makan malam dengan pemilik kastil tua ini yang konon berwajah seram, bertubuh besar dan beraura horror. lantas, sepenting apakah upik abu diundang makan malam oleh sang pemilik kastil bernama Pastrico Edelius Meliben. persetan dengan nama, aku hanya menikmati mimpiku kali ini. tidak ada satu orang yang nampak memberi sambutan selamat datang atau senyuman yang diberikan kepada pelanggan yang baru datang, bahkan pintu yang hendak kusentuh untuk menuju ruang tamu terbuka dengan sendirinya. cahaya di sini tentram, bebas tagihan listrik karena seutuhnya menggunakan cahaya lilin abadi. sudut-sudut yang mengerikan karena sepi, gema-gema suara gerakan yang kutimbulkan membuat mimpi ini enggan kuakhiri. di hadapanku kini, meja panjang dengan barisan lilin-lilin kecil, semangkok salad buah di ujung sana, semangkok kecil sayur asem jakarta di kanan dan kiriku, oh mungkin ini ditata supaya duduk kami bersampingan, bukan berhadapan. aku menunggu pemilik kastil horor ini dengan duduk di bangku sebelah kanan. aku lupa tidak membawa handphone. aku mati gaya. aku tidak bisa menunggu tanpa melakukan apa-apa. oh, kling..kling..kling.. terdengar instrumen klasik yang kukenal, w...w...waltz c in minor. satu menit berlalu, kastil sebesar ini dengan segala kehororan yang ada, aku hanya duduk termangu di sini, mendengarkan instrumen yang dihadirkan karena aku telah mati gaya, menambah parah perasaan paranoid, dan aku menyadari bahwa saat aku membutuhkan sesuatu, akan didatangkan sesuatu tanpa perlu mengatakannya. kastil horor nan ajaib. aku menunggu lama, wahai tuan kastil yang membikinku lapar. datanglah..datanglah.. serta bawalah beberapa pisang goreng yang masih hangat, kalau boleh lima. kudengar suara petir di luar sana menggetarkan dinding-dinding kastil, serta jantungku yang hampir copot. tanda-tanda si tuan kastil telah datang. ini adalah mimpi yang langkah. berharaplah yang baik, pastrico edilius meliben tidak seperti yang kukira. Dum..dum..dum.. suara detap kaki itu semakin dekat, hingg di sebelah kiriku. aku hanya memejamkan mata, serta menyemangati diri untuk mampu menghadapi pastrico edilius meliben dengan kekuatan seribu bulan, dan ah ya motivasi lain "bukankah kamu mengharapkan lima pisang goreng hangat itu?". baik, kubuka mata. buka mata nih. satu...dua...tiii.... bermenit-menit mataku memandang sosok tuan kastil. oh Tuhan, aku ingin akhiri mimpi ini. harapanku tiada berguna, dia sangat menyeramkan. selain yang kudeskripsikan di atas, ia memiliki taring di mulutnya, tapi dia bukan edward cullen. bukan. dan sudahlah, aku harus mengalihkan pandangan dengan melunakkan pandangan sarkasme itu dengan menawarinya semangkok sayur asem Jakarta. syukurlah, ia manut saja. setelah makan malam selesai, aku pun kebingungan untuk melakukan apa. karena jika tidak ada pengalihan, aku akan mati dimakannya. tapi, masa' ya tega. baik, mungkin aku akan mulai bertanya padanya. dan dari pertanyaan pertamaku ini, aku akan merasakan dinding-dinding kastil ini retak kemudian runtuh satu satu. tapi tak apa, dicoba saja. "Pastrico Edilius Meliben,kenapa kamu mengudangku makan malam di kastil ini?" lima detik kemudian, ia menjawab dengan menatap mataku lekat-lekat. ser..ser.. " karena, kamu adalah satu-satunya manusia yang mau maunya memasuki mimpi di zaman kuno. aku hanya ingin mengetahui, apakah ada manusia yang bersedia menerima diriku dengan fisik yang serba buruk serta kastil besar yang menakutkan ini" "kamu merasa, aku bersedia untuk itu?" aku merasa tak yakin. "tentu. kalau tidak, makanan di atas meja tidak akan habis. kau sudah terhitung lima jam berada di sini dan kau sudah sanggup menungguku tanpa rasa takut, kau juga sudah berbicara panjang denganku." "ok, apakah sekarang aku boleh kembali ke dunia nyata?" " tentu, tapi ada satu syarat" "apa?" " kamu harus jadi orang baik, bahkan terhadap orang-orang yang tidak membaikimu. kamu tidak boleh bermelankolis berlebihan, kamu lebih besar dari apa yang kamu tahu." kentara sekali, bahwa tuan kastil ini subscribe youtubenya Mario Teguh. " hanya itu?" " ya, itu yang ingin aku sampaikan. semoga harimu menyenangkan. dan kupastikan, aku akan bersembunyi di dalam kastil ini sampai aku memanggilmu kembali." "untuk apa kau memanggilku?" "untuk makan malam bersama" dan entahlah, sosok menyeramkan itu samar-samar hilang kemudian digantikan cahaya matahari menembus jendela menyilaukan mata. selamat pagi, mimpimu telau usai. |
|