SELAMAT ULANG TAHUNAku sengaja berbohong. Aduh, bukan suatu hal yang begitu kubakati. Namun harus kulakukan agar kejutan selamat ulang tahun yang sengaja kupersiapkan sempurna terjadi. Tidak ada pita warna warni di sudut ruangan maupun balon berbentuk hati mengedar di sana. Tidak ada prosesi bak EO yang menyempurnakan pesta hari jadi. Dengan iringan teman-teman yang begitu ribet dan lucu, akhirnya aku sampai di belakang punggung Tuan pemilik pesta ini. Orkestra dadakan berjudul selamat ulang tahun yang dinyanyikan teman-teman mulai naik dan turun. Kini telah kutamatkan langkahku di hadapan Tuan dengan gugup gempita sorak sorai spontan nggak tahu mau apa lagi selain menggantikan sebuah nampan sebagai alas tart coklat dengan lilin magic. Sekotak tart coklat teramat manis melebihiku (haha~) dengan tancapan lilin-lilin magic yang memunculkan percikan api persis kembang api membuat Tuan sedikit jumpalitan. Dengan doa yang dipanjatkan sambil memejamkan mata selama 10 detik membuatku seperti orang hendak mencari tempat persembunyian alias bermain petak umpet. Dalam imajinasi, aku ingin Uya Kuya datang. Menghipnotismu yang sedang merem itu. Haha~ kemudian kita akan melakukan shooting secara live. Disiarkan pada channel rahasia. Dengan dihadiri saksi-saksi yang imut-imut juga amit-amit. Barangkali dengan begitu aku bisa mengerti sedikit apa yang kau sebutkan dalam doa itu. Kau membuka mata dan menemukan bahwa kau tak sedang di dalam gedung lagi. Melainkan di tengah ladang yang luas dengan langit yang kosong. Kawanan angin yang menabrak rambutmu membuatmu bernyanyi. Bernyanyi kencang karena sosok-sosok manusia imut-imut nan amit-amit tadi lenyap entah ke mana. Masa hipnotis telah habis, kau terbangun mendapati tempat yang lain. Berpijak secara nyata, bukan berada di tengah ladang. Melainkan pada realitasmu tanpa aku. Kau nampak bingung, ingatanmu seolah mencari-cari namun sebenarnya itu sudah hilang, lenyap dimakan waktu. Beberapa tahun kemudian. Selamat ulang tahun. Oleh catatan yang baru dan selalu baru. Selamat! Tinggal dalam ingatan.
0 Comments
Setiap kali ingatan ini muncul, ada rindu luar biasa menyebar di seluruh ruangan dalam hatiku. Aku tau aku telah dimengerti, sebagaimana hanyutnya ia dalam rasa cinta yang begitu indah. Rindu yang dikemas hati-hati dan rapi di tempatnya.
Seketika bayangan itu muncul, berita itu tiba, suara itu kudengar, isyarat itu pertanda, aku mulai celingukan terkesiap. Oh, mungkin hati ini mulai bergerak meminta untuk ditemukan. Di dalam badan kita, terdapat sesuatu yang dari sana cinta itu berasal. Dari hati. Hati kita pun bertemu melalui pesan dan kesan yang disampaikan kepada tingkah, laku, wajah, bicara dan dengan pikiran. Hingga akhirnya hati pun memiliki bahasa, memiliki pertanda sendiri dan tidak jarang suka mengadu kepada sang pikir untuk bertemu. Bukankah kalau kau merindu, pikiranmu mumet karena hatimu itu kebanyakan protes minta ketemu kan? Hati tergerak kepada pikiran, pikiran pun membuat kita bertindak. Aku pun percaya saja, bahwa ini sudah terjadi lama. Maafkan pikir yang tak sempat singgah sebentar untuk turun ke hati. Hati tidak mengenal mengapa bisa demikian, mengapa ini terjadi kepada siapa dan siapa. Ia universal, bebas dan sering seenaknya Hingga akhirnya, kesimpulan dari tulisan ini adalah aku ingin menyampaikan sesuatu. Manakala cinta selalu menjadi rutinitas yang tak berkesudahan. Biarkan Juni, mengalirkan air dari turunnya hujan dan membentuk lautan tak berbatas. Seperti puisinya Sapardi Djoko Damono yang isinya begini " tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni . Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu. tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni. Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu. Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni. Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu. Sudah ya, aku pingin baca-baca tulisanmu. Tapi mana? Ayo dong! Rinduku ini tidak pernah cukup untuk keberikan kepadamu. Setiap hari yang telah kita lalui, mesti terpisah saat senja tiba.
Indahnya senja hadir dalam hitungan menit. Kemudian lenyap digusur malam. Adzan magrib berkumandang. Tanda menjelang malam. Kuamati jalanan yang mulai menyilaukan pantulan cahaya kendaraan bermotor. Mendapati dirimu tak ada di sana. Oh sedang apa, di mana.. Sukur-sukur teknologi membantu. Jejak mayamu masih nampak meski tak berbekas. Kau tak akan mengira, jejakmu begitu banyak kurekam. Kadang aku protes, bertanya dalam hati. Kenapa kerinduan ini mesti kuanalisa? Mengapa ini begitu, mengapa itu begini.. Sebenarnya, rindu yang kumiliki tak pernah merepotkan. Kau tak perlu memanjat langit untuk mencuil bulan. Aku rasa itu sangat tidak perlu. Cukup di sini, di sisiku. Selesai. Rindu ini akan meminta dituruti setiap hari. Oh. Third of June, 2016 22.34 |
|