Mainkan.
Mau memainkan apa? Enaknya apa ya? Hmm.. Bermain bola basket? Bermain sepak takraw atau bermain dakon? Hey… bukan itu maksudnya. Maksudnya mainkan di sini adalah melakukan sebuah tindakan untuk segera mencapai impian kita. Tentunya impian kita bukanlah impian untuk mendapatkan seorang pria tampan bak lee min ho yang mau menerima kita apa adanya atau mengidamkan seorang Raisa untuk para lelaki, yang mau menerima kita apa adanya, opo onokke, ngene-ngene ae. Bukan itu. Enjoy, jangan terlalu serius bacanya. Semisal kita memiliki hobi melukis, menulis, menyanyi atau berburu babi hutan misalnya. Kita bisa menekuni semua hobi kita untuk satu atau dua tingkat lebih tinggi. Maksudnya dengan melatih diri agar apa yang kita inginkan itu haruslah tergapai. Takut ada yang tiba-tiba nyeletuk “Jangan terlalu berambisi, jangan muluk-muluk nanti gak kesampean”. Ya memang ada benarnya, tetapi kita harus ingat ada istilah “proses tidak akan mengkhianati hasil” Atau adalagi yang nyamber begini “Sepertinya keinginanmu ketinggian, kamu harus realistis. Kamu gak mungkin bisa.” dengan intonasi seperti menasihati, terkadang kita malah tertipu dan berkecil hati. Bagi manusia satu dan yang lain, kita sama-sama punya hak untuk memperjuangkan diri kita masing-masing untuk menjadi manusia yang berkualitas. Bukan berarti egoistis atau individual. Karena sejatinya kita adalah diri kita sendiri. Kalau kita berhasil, siapa yang bangga? Sengaja tidak saya tuliskan siapa saja yang membanggai kita saat kita berhasil. Saya yakin kalian pasti tahu semua. Terkadang kita berkecil hati saat mendengar celotehan nyelekit kerabat kita yang sudah akrab dengan kita. Sehingga kita merasa apa yang dikatakan teman kita seperti garis police line yang membatasi antara keinginan kita dengan ketentuan-ketentuan dari kaca mata mereka. Mungkin, sebagian dari mereka berucap tanpa memahami apa yang mereka ucapkan alias asal bicara dan sebagainya lagi memang ditakdirkan untuk mengatakan perkataan menusuk tersebut. Maka dari itu, kita harus sesegera mungkin memainkan apa yang kita ingin mainkan. Kenapa begitu? Coba pikir deh, kalian hidup cuma sekali, masa’ iya sih rela dan ikhlas nggak jadi apa-apa? So, ayo bangkits dan mainkan apa yang sudah berputar-putar di dalam otakmu, berdesir-desir di dalam hati untuk segera bergerak dan tekan tombol play. Ayolah, kita ini tidak selamanya muda. Mumpung masih muda,yuks gerak! Jangan mager. Sorry ya gaes, mungkin ada sebiji atau dua biji kalimat-kalimat yang tiada berkenan di hati pembaca. Thank You :)
0 Comments
Ketika malam, kita sibuk mengerjakan tugas kuliah, apalagi penulis harian. Ada atau tidak ada tugas, kerjaannya ya lembur. Kadang batal lembur karena ketiduran. Besok paginya kita harus bekerja. Mencari penghasilan untuk membayar biaya kuliah, menabung dan lainnya. Waktu terasa sangat sedikit untuk kita habiskan bercakap dengan orang tua kita, keluarga kita atau bersilahturahmi kepada keluarga di luar kota. Bagaimana tidak, bangun pagi, tahu-tahu sudah sore waktunya pulang kerja, berangkat kuliah lalu tahu-tahu sudah malam, tahu-tahu harus ngelembur lagi dan seterusnya.
Kita membutuhkan sosialisasi kepada sesama, teman, ataupun organisasi. Sebagai manusia yang diberi kesehatan yang berlimpah (seperti lembur begini masih tetap sehat, tidak sakit-sakitan) kita sepatutnya memperbanyak berbuat baik kepada siapapun, terutama kepada yang membutuhkan bantuan kita. Tetapi, masalah kita saat ini, kita begitu sibuk dengan pekerjaan kita, dengan kegiatan ke sana dan ke mari tapi kita terkadang tidak sempat untuk sekedar menghabiskan pisang rebus bersama ayah, ibu, kakak maupun adik-adik kita. Padahal, kita bisa disebut pemimpin yang baik ketika kita bisa memimpin keluarganya dengan baik, menomorsatukan keluarga. Kita sibuk mengurusi soal pacaran yang tidak ada untungnya, jalan-jalan ke sana ke mari sedangkan orang tua kita di rumah tidak pernah kita ajak pergi jalan-jalan. Duh anak muda (ini berlaku buat saya juga). Kita kasih ini itu kepada pacar kita yang berulang tahun atau apalah sedangkan orang tua atau keluarga kita tidak pernah kita beri apa-apa. Bukan berarti saya menuliskan larangan untuk berpacaran. Itu bukan hak saya untuk melarang siapapun. Perlu kita ketahui, semua memiliki batas dan proporsi masing-masing. Dan kita harus rutin beribadah. Walau uang memang penting, tetapi jangan sampai uang membuat kita buta. Kita menjadi sombong, lupa kacang lupa kulit. Entah ya, kenapa juga saya menulis tulisan ini. Mungkin karena saya mulai tersiksa. |
|