Sejak kepergianmu sore itu, terhitung enam bulan lamanya aku selalu dihantui perasaan-perasaan miris. Aku terlalu apa ya dikata, aku tidak bisa menjelaskan itu sebab tak kutahu kepada manusia yang mana aku harus berterus terang. Tidak percaya, semata-mata karena takut. Aku pergi ke kota lain selama satu bulan lebih empat hari, untuk melakukan tur tunggal. Berdiam diri menatap laut sembari kakiku digoda oleh sapuan ombak sesaat matahari tenggelam tepat lurus di hadapan mata, mengunjungi coffee shop yang berbeda setiap hari, mengunjungi toko buku dan pameran lukisan atau seni lainnya, jika ada.Tanpa bosan aku lakukan, konsisten setiap hari. Aku tidak suka segala yang ribet dan membutuhkan tenaga ekstra hanya untuk tiba di suatu tempat, namun kali ini hal itu tidak berlaku, demi menekan pengeluaran aku pergi dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki. Karena modalku tiba di tempat ini hanyalah libur. Aku melarang siapapun memasuki hatiku sendiri walau cuman sekadar mengejek bahwa aku lelaki tampan yang kesepian. Itu pun kalau mereka serius bahwa aku ini memang tampan, agak tampan atau tidak tampan sama sekali –hanya mengejekku semata. Aku tetap kaku dan berpendirian seperti yang Bapak bilang. Meski begitu, aku dapat berubah menjadi tiga sampai empat orang ketika pekerjaanku memaksaku untuk bekerja cepat. Aku suka melakukannya, aku lakukan. Terutama menghilang dari keramaian. Barangkali aku ada, tetapi ketiadaan sendiri menjadikanku utuh. Maka, lewatkan aku sendiri. Bagiku, suasana hati tidak boleh mempengaruhi keadaan saat bekerja. Aku tidak boleh mencampurkan antara perasaan apalagi yang namanya cinta dengan tanggung jawab perihal bekerja. Tiada pengecualian . Namun, tidaklah salah ketika aku ditinggal pergi oleh seseorang dan aku ingin beristirahat sejenak untuk beradaptasi hati. Aku tidak membatasi komunikasi terhadap siapapun yang tidak ada kaitannya dengan persoalan pribadi. Untuk terbuka atas pilihan-pilihan yang lain, sepertinya ditunda dulu. Tidak baik.
0 Comments
"Terkadang kita merindukan momen, bukan orangnya" - unkonwn. Setiap dari kita memiliki catatan hariannya masing-masing. Memori juga dapat disebut album atau wadah dari momen yang kita tangkap ke dalam pikiran kita. Seumpama kamera, mata kita adalah lensa dan otak kita sebagai sdcardnya. Di kamera, mungkin saat kita mengambil gambar ada yang tidak kita sukai dan ingin dihapus, kita tinggal tekan delete selesai. Atau perlu menggunakan program recovery atau apalah yang dapat mengembalikan file yang telah terhapus, baru kita dapat menemukan file itu lagi. Namun, jika sudah dalam memori asli manusia. Dipaksa dihapus pun kadang sering mengganggu, kemudian membuat kita teringat. Karena pas mau melupakan, kita harus ingat apa yang harus dilupakan. Nah, bagaimana bisa lupa? Memori sulit hilang, berarti bisa hilang? Memori bisa hilang jika mendadak amnesia (nggelundung di kasur terus kejedot lantai atau salto di pinggiran jurang). Kemampuan kita mengoleksi setiap peristiwa yang berkesan (suka atau duka) setiap orang pasti berbeda. Ada yang mancep seperti pedang yang menancap dan ada yang dilupakan karena mungkin tidak begitu penting. Bukan hanya peristiwa. Memori tentang ‘merasakan/perasaan’ juga kadang membikin kita baperable. Eh lihat itu ingat dia nih, eh eh lihat ini ingat dia tuh…. Padahal, manusia itu bisa berubah berdasarkan kemampuan yang dimiliki untuk move on. Memori tetap rapi di ingatan, namun momen tidaklah sama, manusia bisa berubah. Siapapun boleh tidak setuju dengan ini. Memori masih menyimpan segala ingatan yang indah di masa lalu, peristiwa-peristiwa yang mengejutkan atau mengharukan. Waktu adalah penyembuh. Waktu dapat menyembuhkan. Kondisi ini memungkinkan kita untuk berlatih bersabar. Sabar tidak ada batasnya, karena sabar adalah sifat Tuhan – Mario Teguh. |
|