Susah payah aku melupakan seseorang yang teramat ku cintai. Lama sekali untuk dapat berpindah hati setelah cinta ke padamu. Dan setelah tiga tahun berlalu, kau datang hadir kembali dengan membawa sejumput luka-luka baru. Dengan bodohnya situasi, aku harus bertemu dengan orang yang kau cinta pula dalam satu ruang. Nafas kita bercampur di sana. Bersama. Mendengarkan perbincangan kalian yang mau tak mau harus ku dengar membuatku hilang kata-kata untuk berbincang dengan temanku. Sekali kata-kataku keluar, pun tidak ada arahnya. Memang, sampai sekarang kau adalah pria yang tak pernah kehilangan penilaian baik dariku. Dulu, semburat warna pelangi jatuh pada air wudhu di wajahmu, aku amati itu setiap aku menunggu jam sembahyang jamaah di musholla. Dan senja selalu berpendar di wajahmu ketika sore pun tiba. Dulu aku selalu menanti masa-masa itu. Namun, lambat laun perpisahan menghampiri kita dan begitu tidak enaknya tempat ini tanpa ada dirimu. Lama sekali aku dapat move on. Sekali pun aku menyukai orang lain, itu tak berlangsung lama. Kenapa selalu saja ada dirimu yang terus mengusik setiap hari dan seolah tidak ada pria lain yang lebih baik darimu. Berjalannya waktu, senja itu tidak lagi kutemukan di siapa pun. Aku sudah lupa, namun riwayatmu dulu masih terkenang, bagaimana tidak, dua tahun kau mengisi otakku dengan bekerja dalam barisan tulisan yang kemudian menjadi sebuah novel. Aku tidak memintamu untuk dapat hadir sebagai cinta yang sama. Aku hanya suka mengganggumu. Dan sekarang, untuk ke dua kalinya aku harus bertemu denganmu di perjalanan bersama orang itu lagi. Kenapa aku harus dipertemukan dua hari berturut-turut dengan orang yang sama? Aku sudah lupa, kenapa kau harus datang lagi? Kenapa kebetulan itu harus ku saksikan sendiri tanpa ku meminta. Sudahlah, senja itu tidak lagi milikmu dan bukan lagi hadir dalam wajahmu. Seharusnya kau tahu Bang.
0 Comments
Leave a Reply. |
|