Hatiku selembar daun yang melayang jatuh ke rumput ; nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini; masih ada yang ingin ku pandang, yang selama ini senantiasa luput. Sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi. –Sapardi Joko Damono.
Hari ini. 4 Mei 2016 saya berlari kencang di atas kendaraan yang kini mengantarkanku pulang. saya ingin membidik senja dari kameraku setiba di rumah nanti. Kukebut terus, terus kukebut, langit mulai menggelap sedang senja tinggal sedikit. Sudah jam 17.30. Setiba di rumah saya langsung mengambil kamera dan memasang baterai yang selalu ku pisah. Menggeletakkan tasku sembarang tempat kemudian kunaiki tangga dan menghadap senja. Kedua foto di atas, saya ambil pada hari yang berbeda. Yang kiri kemarin dan yang kanan hari ini. Sebetulnya kemarin saya ingin membuat sebuah tulisan yang setiap waktu selalu mengusik relung hati saya. Haha. Kemarin itu rasanya pingin nulis tapi nggak jadi-jadi, nggak cocok terus. Saya bingung, saya kangen dan saya tidak bisa ngapa-ngapain. Kasihan banget upik abu ini . Begadang (tidak dengan Rhoma) sampai malam, separagraf hapus, separagraf lagi hapus sampai akhirnya saya close tanpa disimpan. Adu saya kesal sekali. Mendadak ada genangan yang mengalir dari sumbernya. Saya pernah dengar, ada orang bisa gila karena diputuskan pacar, diselingkuhin pacarnya atau pacarnya mati! Mungkin karena depresi berkelanjutan yang tidak kunjung pulih. Stres. Kepikiran. Gitu kali ya? Entah tergolong khasus yang mana, saya mengalaminya dan saya hampir gila, eh apa sudah? Haha. Tidak tidak! Saya masih waras kok, tenang saja. Saya masih ingat jalan pulang ke rumah, rumahnya orang maksudnya. Haha. Hai, mari kita berjumpa ? Demikian pinta sang hati.
0 Comments
Leave a Reply. |
|